This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

02 July, 2015

Bermain (play)

Bermain (Play) 
By. Kongkoh 




Sebuah studi klasik yang dilakukan oleh Mildred Parten (1932) mengenai bermain, Parten menggolongkan tiga bentuk bermain yang dilakukan anak-anak dalam konteks interaksi teman sebaya (Bukatko and W.Daehler. 353-356) yaitu : Solitary play, Parallel play, Cooperative play. Sedangkan di buku (Audrey Curtis. 109) Mildred Parten (1933) menggolongkan bermain menjadi 4 (empat) bentuk, yaitu : Solitary play, Parallel play, Associative play, Cooperative play. Dan yang lebih lengkap ada dibukunya (Jo Ann Brewer. 144), dimana Mildred Parten menyebutkan ada 5 (lima) kategori bermain dan Ia mengurutkannya, yaitu : Solitary play, Onlooker play, Parallel play, Associative play, dan Cooperative play. 
Pertama, Solitary play (bermain sendiri). Seperti namanya main ini dilakukan secara sendirian oleh anak dengan mainanya, ia tidak memperhatikan anak lainya walapun ada anak yang lainya juga bermain. Misalanya seorang anak sedang bermain menumpuk balok sementara yang lainnya sedang bermain Puzzle, dia tidak peduli dengan yang dilakukan anak lain. Kedua Onlooker play (bermain menjadi penonton). Model bermin ini anak bermain individual secara bersamaan anak juga mengamati mereka yang bermain diarea yang sama. Anak juga dapat berbicara dengan teman sebayanya. Ketiga, Paralel play (bermain parallel). bermain ini dilakukan oleh beberapa anak dengan permainnya menggunakan alat mainan yang sama, tapi masing-masing anak bermain secara sendiri-sendiri artinya apa yang dilakukan satu anak tidak ada kaitannya dengan anak yang lainya walaupun sama-sama menggunakan alat permain yang. Lalu yang jadi pertanyaan dimana paralelnya? Untuk menjelaskan ini saya ambil contoh misalnya beberapa anak bermain puzzle, suatu ketika salah satu anak meninggalkan puzzlenya padahal dia belum selesai menyusunnya lalu ada anak lain (yang sama-sama main puzzle) meneruskan menyusun puzzle yang belum selesai tadi. Untuk menyelesaian puzzle miliki temennya tadi dia melakukannya tidak ada perintah yang diberikan anak tersebut (pemiliki puzzlenya yang belum selesai). Keempat, Associative play (Bermain asosiatif). Beberapa anak bermain bersama-sama tapi dilakukan secara bebas. Beberapa anak dapat menentukan untuk bermain “Monster”. Contoh lari sekitar lapangan bermain, dimana ada satu anak mengejar anak lainnya, tapi tidak menggunakan aturan yang pasti, misalnya kalau ada anak yang sudah tidak lari lagi maka bisa dilanjutkan oleh anak lainnya. Kelima, Cooperative play (Bemain kooperatif). Didalam bermin anak-anak berinteraksi satu dengan yang lainnya, mereka bertukar mainan, satu ikut bermain dengan anak yang lain, mereka bisa salaing mengusulkan mengenai permainan selanjutnya yang akan dilakukannya.
 Selain ketiga bentuk permainan tersebut diatas, ada bentuk bermain yang menarik yang dapat kita lihat pada anak usia prasekolah yaitu social pretend play, ada juga yang menyebutnya sociodramatic play (bermain sosiodrama). bentuk bermain seperti ini anak-anak “berkhayal/berimajinasi” untuk merubah fungsi dari sebuah obyek, berimajinasi, peran berpura-pura mereka melakukan kerjasama satu dengan yang lainnya sesama teman sebaya (Rubin, Fein, Vandenberg, 1983). Bentuk permainan ini misalnya bermain memerankan“ menjadi ibu” biasanya anak memerankan seorang ibu dan untuk anaknya bisanya diambil dari sebuah boneka mainan ”. ada juga Bermain yang memerankan sebagai “guru” satu anak memerankan sebagai ibu guru dan beberapa yang lainy berperan sebagai siswa. Bermin memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan kognitif dan sosioemosional anak (Bergen dan Fromberg. 2008; Copland an Arbeau. 2009). Berikut ini beberapa pendapat para ahli terkait pengaruh bermain terhadap perkembangan kognitif dan sosioemosional : 
  • Menurut Freud dan Erikson, bermain membantu anak untuk mengatasi rasa cemas dan konflik. Karena dalam bermain anak akan merasa lega dan terbebas dari ketegangan.  
  • Menurut Piaget dan Vygotsky, bermain sebagai pekerjaan anak. Melalui bermain, kognitif anak didorong untuk berkembang. Dalam bermain anak dapat mempraktekan kemampuannya dan dia mendapatkan keterampilan dalam kondisi yang rileks dan menyenangkan. Bahkan Vygotsky pertimbangkan bahwa bermain dijadikan sebagai setting yang baik untuk mengembangkan kognitif anak. Vygotsky tertarik pada permainan simbolik dan imajinasi/berkhayal (make-believe), menurutnya kedua jenis bermain tersebut dapat memajukan perkembangan kognitif terutama berpikir kreatif.
  • Mennurut Daniel Berlyne, bermain sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan diri, karena itu dapat mengisi daya dorong kita bereksplorasi. Daya dorong ini termasuk dalamnya yaitu rasa ingin tahu dan keinginan untuk mendapatkan informasi baru atau sesuatu yang tidak biasa. 
Selain perkembangan kognitif, ternyata bermain juga penting untuk perkembangan bahasa dan keterampilan berkomunikasi (Coplan and Arbeau, 2009). Kegiatan bermain yang melibatkan interaksi antara sesama teman bermain dapat memberikan keuntungan kepada anak dalam hal keterampilan literasi (skills literacy). 
Studi yang lebih mendalam pada saat sekarang ini mengenai tipe-tipe bermain (Santrock, 438-439) meliputi :bermain sensorimotor dan praktek (sensorimotor and practice play), bermain berpura-pura/simbolik (pretense/symbolic play), bermain soail (social play), bermain konstruktive (constructive play), dan permain ( games). Bermain sensorimotor dan praktek (sensorimotor and practice play) yaitu perilaku yang memungkinkan bayi untuk mendapatkan kesenangan dari latihan skema sensorimotor mereka. Perkembangan bermain sensorimotor mengikuti deskripsi Piaget dari berpikir sensorimotor. Pada usia kuartal kedua tahun pertama setelah kelahiranya seorang anak senang melakukan eksplorasi dan senang bermain dalam hal transaksi visual dan dan motorik. Usia 9 bulan anak mulai memilih obyek baru untuk dieksplorasi dan bermain. Pada usia 12 bulan anak mulai suka dengan sesuatu yang bekerja dan mengeksplorasi sebab dan akibatnya. Bermain latihan (practice play), bermain ini melibatkan perilaku yang berulang bila sedang mempelajari keterampilan baru atau bila anak telah menguasai fisik atau mentalnya dan serta mengkoordinasikan keterampilan yang diperlukan untuk bermain dan olahraga. Misalnya seperti berlari, meloncat, meluncur, berputar-putar, melempar bola atau objek lainnya. Bermain berpura-pura/simbolik (pretense/symbolic play). Bermain ini terjadi bila seorang anak mengubah lingkungan fisik kedalam sebuah symbol. Anak usia 9-30 bulan, Mereka menggunakan objek-objek dalam bermain symbol. Contoh permainan ini misalnya anak merubah sebuah pensil atau pulpen menjadi sebuah pesawat. Bermain social (social play), yaitu bermain yang melibatkan interaksi dengan teman sebaya. Kegiatan bermain ini akan semakin meningkat pada usia prasekolah. Bermain social sering membangkitkan kesenangan pada tingkat yang tinggi pada diri anak disaat ia berpartisipasi didalamnya. Bermain Konstruktif (Constructive Play), Bermain ini mengkombinasikan antara bermain sensorimotor/praktek dengan representasi simbolis dari ide-ide. Bermain konstruktif terjadi bila menggunakan kreasi aturan sendiri dari sebuah produk atau sebuah solusi. Bermain konstruktif semakin bertambah pada usia prasekolah, bentuknya yaitu bermian simbolik, sedangkan bermain motorik mulai berkurang. Permainan (games), yaitu suatu aktivitas yang didalamnya melibatkan kesengan yang diatur berdasarkan suatu aturan. Dalam games biasanya sering dilakukan dengan cara kompetisi yang melibatkan dua atau lebih individu. 

 Demikian Tulisan ini dibuat semoga bermanfaat. Terima kasih

 Sumber : 
  •  Audrey Curtis. Care and Education in Early Childhood. 2003. A Students Guids to Theoy and Practice. London and NewYork: RoutledgeFalmer. P.109 
  • Danuta Bukatko, Marvin W. Daehler. 2004. Child Development Fifth Edition. New York : Houghton Mifflin Company.pp. 535-536 
  • Jo Ann Brewer. 2007. Introduction to Early Childhood Education, Preschool through Primary Grades. Sixth Edition. United States : Pearson. P.144 
  • John W.Santrock. 2011. Child Development Sixth Edition. NewYork; McGrawHill. p, 438-439

01 July, 2015

Area Belajar (Learning Area)

Area Belajar (Learning Area)
By. kongkoh



Salah satu teknik yang digunakan untuk mengelola material pembelajaran yaitu dengan menggunakan sistem area belajar atau pusat belajar. Area belajar (learning areas) merupakan tempat/lokasi yang spesifik dimana material pembelajaran disusun didalam ruangan kelas. Beberapa area belajar dalam pendidikan anak usia dini yang dapat buat seperti :
  • area seni
  • area musik
  • area pustaka/mendengar/menulis
  • area bermain blok
  • area bermain dramatik
  • area science/discovery
  • area game manipulatif/matematika
  • area pertukangan
  • area pasir dan air
  • area pendidikan fisik
  • area tenang
  • area belajar spesialis
  • area penyimpanan
Berikut ini beberapa material yang bisa disediakan pada setiap area :
1. bermain dramatik

 
  • perlengkapan alat masak, ukuran anak-anak
  • piring perak
  • kursi dan meja
  • telepon
  • setrika dan meja setrika, ukuran anak-anak
  • alat-alat kebersihan (sapu, kain pel, pengki dll), ukuran untuk anak-anak
  • berbagai macam boneka
  • pakaian boneka
  • tempat tidur boneka,  pengangkut
  • rumah boneka dan furniture
  • berbagai macam bak air, ember, panci untuk mencuci piring
  • beraneka macam pakaian, kostum

2. bermain blok/balok
 
  • blok (satuan dan berongga) 
  • asesoris blok (orang, mobil, tanda pengaman, dll)
  • blok kecil
  • kendaraan dari kayu (mobil, truk, perahu, pesawat, traktor, pemadam kebakaran, bus, helikopter)




3. area seni


 
  • pensil
  • sikat
  • cat cair
  • baju kerja untuk mengecat
  • crayon
  • kapur warna
  • tanah liat
  • gunting
  • lem
  • kertas
  • rak untuk mengeringkat lukisan
4. area pustaka/mendengar/menulis

 
  • komputer dan printer
  • mesin ketik
  • kertas (aneka warna, bentuk dan ukuran)
  • alat tulis 
  • tape recorder, tape, buku
  • record palyer
  • papan flanel
  • buku-buku
  • majalah
5. game/manipulasi

 
  • boneka tangan
  • puzzle
  • alat permainan (seperti catur dsb.)
  • manik-manik dan tali/benang
  • kartu jahit
  • material manipulatif 
  • tinkertoys
  • lego blok, bristle blok
6. sicence/discovery

 
  • aquarium
  • terarium
  • magnet
  • kaca pembesar
  • prisma
  • alat ukur
  • tabung reaksi
  • blok berpola
  • pegs dan pegboard

  • geoblok
  • blok dasar 10
  • unifix cubes
  • skala
  • instrumen yang berirama
  • kotak pasir
  • meja air
  • meja kerja dengan perlengkapanya

7.  pendidikan fisik

 
  • balok keseimbangan
  • matras
  • perahu goyang
  • steps (melangkah)
  • walking board
  • panjatan
  • terowongan
  • kuda-kuda
  • tangga panjat, tangga tali
  • bola berbagai ukuran
  • tali
  • hula hoops
  • bowling
  • peralatan outdoor (roda mainan, peralatan bertani, kota pasir dll)



   

Sumber : Jo Ann Brewer. 2007. Introduction to Early Childhood Education: Preschool Through Primary Grades (6th Edition).Person Education:United States. pp.87-93

29 June, 2015

Pendidikan Anak Usia Dini (Model-Model Kontemporer)

Pendidikan Anak Usia Dini (Model-Model Kontemporer)

By. Kongkoh


Sebagai akademisi mapun praktisi rasanya perlu mengetahui model-model pendidikan Anak Usia Dini yang berkembang dimasyarakat. Pada kesempatan ini saya akan menuliskan model-model pendidikan anak usia dini yang kontemporer, tulisan ini saya sadur dari bukunya Jo Ann Brewer Introduction to Early Childhood Education: Preschool Through Primary Grades (6th Edition).  Mudah-mudahan tulisan dapat memberikan sedikit gambaran perihal praktek pendidikan anak usia dini yang berkembang dimasyarakat. Ada tiga model pendididkan anak usia dini kontemporer yang akan dijabarkan dalam tulisan ini, yaitu Model Montessori, Model Behavioristik, dan Model Konstruktivistik.
Pertama Model Montessori. Seperti namanya Model ini dikembangkan oleh seorang wanita Italia yang bernama Maria Montessori. Dia adalah seorang Dokter dan juga seorang Doktor dibidang Antropologi. Pada tahun 1907 Montessori membuka sekolah di daerah Roma yang notabene pada saat itu daerah yang miskin. Anak-anak yang dididiknya merupakan anak feebleminded. Namun metode Montessori juga diterapkan pada anak-anak yang normal. Mungkin kita sering membaca, mendengar atau bahkan melihat sekolah Montessori, namun tahukah kita bagaimana praktek kegitan pendidikan Model Montessori ini, bagaimana anak-anak belajar dalam sekolah model ini. Sebelum saya jabarkan bagaimana praktek pendidikan model Montessori, terlebih dahulu kita sedikit pahami filosofi konsepThe Absorbent Mind  sebagai landasan kegiatan pendidikan Montessori. Pada konsep ini bahwa anak pada masa infant, mentalnya tidak melakukan apapun/tidak bekerja. Montessori percaya bahwa pada masa infan penyerapan informasi dari lingkungan dilakukan secara tidak sadar (unconsciously) dan secara bertahap proses ini berkembang terus menjadi kearah proses yang disadari oleh anak (conscious). Kesadaran pada diri anak dimulai dari anak mulai untuk mengorganisasi pengalamannya dan membuat generalisasi. Untuk bahasan absorbent mind akan dibahas tersendiri atau bisa teman-teman baca di buku The Absorbent Mind yang di tulis oleh Montessori. Dalam pendidikan model Motessori, guru bertanggung jawab untuk menyiapkan lingkungan : memilih dan menyusun material pembelajaran yang dapat mendukung berlangsung kegiatan belajar. Materi-materi pembelajaran harus dipilih dengan hati-hati dan juga harus menarik perhatian anak. Meja dan kursi harus disesuaikan dengan ukuran anak-anak dan lampu/penerangan harus diatur agar anak merasa nyaman. Lingkungan harus didasarkan pada tingkat perkembangan anak. Pokoknya lingkungan dibuat agar menarik dan indah. Ruangan kelas Montessori didekorasi tubuh-tumbuhan dan objek-objek dari alam dan juga tampilannya penuh warna serta penuh dengan rasa seni. Guru bertanggung jawab mengurutkan pengalaman belajar secara logis.  Material-materi untuk pembelajaran disusun agar anak-anak dapat memilih satu diantara material-materil tersebut yang menurut anak dianggap menarik, peran guru disini adalah membawa dan mendemonstrasikan material-material baru dengan waktu yang optimal dan disesuaikan dengan masing-masing perkembangan anak. Setelah guru mendemostrasikan prosedur penggunaan material, anak-anak dapat memilih untuk bekerja dengan mereka. Hati-hati dalam merencanakan kerangka kerja "autoeducation" mengorganisir informasi kedalam pola-pola logika - mengambil tempat. Anak-anak belajar untuk menjelaskan persepsi mereka dan mengatur pengalaman mereka melalui aktivitas yang jelas. Peran guru tidak menghadirkan informasi melalui pembelajaran langsung tetapi guru harus mendemostrasikan alat pembelajaran dan membimbing anak-anak memilih alat-alat dan serta aktivitas yang dilakukan anak. Premis dasar filosofi Montessori yaitu  anak-anak mengcopy (meniru) sesuatu yang nyata dan bukan mengkonstruknya. Dari menyaksikan  dan lalu mengerjakan aktivitas tersebut, anak-anak mengorgansir dunia dan pikirannya sendiri. Salah satu peran utama seorang guru Montessori yaitu mendemonstrasikan bagaimana material-material harus digunakan  dan serta tugas-tugas harus dilengkapi. Mendemonstrasikan material sangat spesifik dengan prosedur yang tepat untuk masing-masing material, anak-anak tidak diperbolehkan berekspresi bebas dengan material hingga mereka menguasai prosedur secara tepat. Kebanyakan material-material Monterssori self-correcting. Material-material  dan latihan Montessori dibagi kedalam 4 (empat) kategori yaitu, daily-living exercise, sensorial material, academic material, artistic or cultural materials. Konsep penting lainnya dari Montessori yaitu periode sensitif (sensitive peeriod), pada periode ini anak mampu dan tertarik mempelajari benda-benda yang spesifik. Konsep ini memiliki banyak kesamaan dengan readiness. Tujuan pendidikan Montessori yang paling penting adalah mengembangkan individu. Penekanan tujuan pendidikan Montessori yaitu pada pengembangan keterampilan intelektual khususnya pada konsep mata pelajaran. Tujuan program Montessori dari American Montessori Society (1984) :
- konsentrasi
- observasi
- awarness of order and sequence
- koordinasi
- kesadaran perseptual dan kerampilan praktis
- konsep matematika
- keterampilan bahasa
- keterampilan menulis dan membaca
- familiar/akrab dengan seni kreatif
- understanding of the world of nature
- pengalaman dengan dan memahami ilmu sosial
- pengalaman dengan keterampilan berpikir kritis melalui teknik penyelesian masalah. 
Selain hal tersebut diatas, program Montessori juga  memperhatikan perkembangan fisik, sosial, emosional dan intelektual.
Kedua, Model Behavioristik. Model behavioristik didasarkan pada teori belajar yang di kemukakan oleh Thorndike dan B.F Skinner. Dasar teori ini menjelaskan stimulus dan respon serta operant conditioning. 3 (tiga) komponen dalam model behavioris yaitu pembelajaran langsung (direct instruction) meliputi : penguatan (reinforcement), membentuk prilaku (shaping of behavior), dan perilaku dapat dipadamkan/dihilangkan (behavior can be extinguish). Bagaimana kegiatan belajar anak dalam model behavioris. Model ini memandang bahwa seorang anak memperoleh pengetahuan sebagai hasil pengulangan interaksi dengan lingkungan. Mengajar agar efektif diperlukan pemilihan stimulus dan control berupa penghargaan (reward) atau hukuman (punishment). Fokus model pembelajaran langsung yaitu pada pencapaian tujuan akademik khusunya membaca, aritmatika, dan bahasa. Pelajaran diberikan kepada anak dengan membentuk kelompok kecil dan diurutkan dengan hati-hati. Masing-masing pelajaran didesain agar dapat memotivasi siswa dan menarik perhatiannya. informasi baru dihadirkan dan menimbulkan respon dari siswa, jika siswa merespon dengan benar maka siswa mendapatkan hadiah (reward), namun jika siswa tidak tepat dalam merespon maka siswa diminta untuk mengulang pelajaran sampai responnya betul lalu diberi hadiah. Perilaku anak juga dikotrol dengan suatu sistem hadiah dan hukuman. Tujuan model behavioristik adalah pada pencapaian kompetensi akademik yaitu bahasa, membaca, dan aritmatika. Anak-anak juga diharapkan untuk belajar menjawab pertanyaan dari guru dengan jelas dan melengkapi kalimat. Pengembang model pembelajaran langsung percaya bahwa anak yang memiliki kemampuan akademik akan mampu menambah konsep diri. Perkembagan motorik bukan diantara tujuan utama model pembelajaran secara langsung ( direct instruction). Fokus utama model behavioris yaitu perkembangan intelektual, penganut behavioris percaya bahwa anak-anak akan mencapai harga diri yang positif jika meraka merasa sebagai pembelajar/siswa yang sukses. Isi mata pelajaran bahasa, membaca, dan matematika di pecah menjadi lebih kecil dimana anak-anak harus menguasai setiap urutan untuk melanjutkan ketahap selanjutnya. Kurikulum dalam model di buat dengan urutan yang teratur tetapi bukan terpadu, anak-anak mempelajari mata pelajaran tanpa memperhatikan apa yang dipelajari matapelajaran lainnya. pelajaran science dan sosial jarang dimasukan dalam kurikulum dan seni menjadi kegiatan pilihan yang dapat dipilih oleh siswa. Elemen-elemen yang terdapat dalam model behavioris yaitu tujuan dibatasi secara spesifik, penekanan pada urutan material dan kegiatan, menguasai setiap tahap yang ada sebagai suatu metode untuk mencapai tujuan yang lebih luas.
Ketiga, Model Konstruktif. Model ini didasarkan pada teori belajar Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Vygotsky (1896-1934). Menurut model ini belajar merupakan sebagai suatu proses dibawah kontrol si pembelajar/siswa, atau motivasi intrinsik. Pendapat Piaget tidak semua pengetahuan diperoleh dengan cara yang sama. Beberapa jenis pengetahuan, seperti konsep "panas" dapat dipelajarai hanya dengan melalui pengalaman dengan objek. Kita mempelajari tentang "panas" tidak sampai kita tebakar atau membakar diri agar merasakan panas tetapi dengan cara mempelajari sifat yang terdapat pada objek tersebut seperti tekstur, bentuk, fungsi dll. Sedangkan untuk mempelajari bahasa dan sosial budaya tidak dapat dipelajari melalu pengalaman tapi hanya bisa dari orang lain. Kalau mempelajari matematika itu hanya bisa dipelajari dengan cara berinteraksi antara mental dengan objek fisik. Vygotsky beranggapan bahwa anak-anak belajar lebih banyak tentang lingkungan mereka dari manipulasi objek, Dia menyebutnya dengan istilah spontaneous. Vygotsky mempercayai bahwa semua kegiatan belajar dimediasi melalui kelompok sosial.Vygotsky mempercayi bahwa seorang anak hanya mampu memepelajari sesuatu hal jika ada yang membantu yang memiliki usia yang sama atau lebih dan memiliki tingkat keterampilan diatasnya, konsep ini dikenal dengan istilah  ZPD (Zone of Proximal Development). Konstruktvist percaya anak terus selalu belajar, mereka percaya bahwa anak-anak mengkonstruk pemahaman oleh diri mereka sendiri dan terus memperbaiki pemahamannya melalui pengalaman baru dan pengetahuan yang diperolehnya. Pembelajaran pada model ini bisa dilakukan dengan cara individual dan kelompok kecil, sedangkan dalam kemlompok besar kurang sering dilakukan. Dalam pembelajaran jarang melibatkan guruuntuk memberikan informasi kepada siswa. yang lebih sering yaitu guru mengurutkan sebuah pengalaman dengan melibatkan pembelajar/siswa dan lalu menanyakan kepada mereka pertanyaan saat mereka berpartisipasi dalam tugas. Menyediakan siswa dengan jawaban-jawaban bukan tujuan model program konstruktivis, faktanya pertanyaan yang tidak terjawab adalah penting  agar siswa merasa tertarik untuk terus mencari jawaban dan dalam proses ini siswa akan terus belajar demi mencari jawaban yang belum terjawab. Dalam program konstruktivis, kurikulum dirancang dengan cara memilih pengalaman belajar berdasarkan kepentingan para siswa, hal ini dilakukan agar para siswa bangkit motivasi belajarnya. Proses menemukan informasi, analisis data, dan mencapai kesimpulan dianggap lebih penting dalam kegiatan belajar. Penekanan pada kegiatan "proses" dalam kegiatan belajar bukan berarti isinya kurang, bagaimanapun anak-anak banyak sekali belajar fakta dan konsep tapi mereka juga tetapi mereka juga selalu ditanamkan konteks-konteks yang bermakna. Tujuan program konsturktivis adalah untuk menstumulasi anak-anak pada semua area perkembangan (perkembangan fisik, sosial dan emosional, kognitif/intellektual), perkembangan bahasa juga penting dalam proses belajar

Demikan tulisan ini dibuat semoga bermanfaat. Saya selalu menyarankan agar teman-teman baca sumber aslinya agar mendapatkan pemahanan secara utuh. Jika ada kesalahan dalam tulisan ini pada redaksi atapun istilah lainnya silahkan berikan masukan ke kongkoh_blogspot@yahoo.com. Terima kasih.




   

Sumber : Jo Ann Brewer. 2007. Introduction to Early Childhood Education: Preschool Through Primary Grades (6th Edition).Person Education:United States. pp.49-63