Kecerdasaan (intellegence)
Pada kesempatan ini saya coba untuk menulis tentang intellegence yang saya terjemahkan menjadi kecerdasan / intelegensi. Untuk memudahkan penggunaan istilah maka saya ambil satu istilah yang akan digunakan yaitu kecerdasan, kata inilah yang akan saya pakai untuk mengartikan intelligence. Ada tiga hal yang akan dipaparkan dalam tulisan ini pertama, definisi kecerdasan. Kedua, instrument untuk mengukur kecerdasan, dan ketiga teori kecerdasan jamak.
Definisi kecerdasan. Mungkin teman-teman banyak menemukan definisi kecerdasaan dari berbagai ahli, hampir bisa dipastikan tidak ada keseragaman definisi yang ada. Dari beberapa literature yang saya baca hal ini disebabkan karena luasnya cakupan kecerdasan dan yang tidak kalah pentingnya juga yaitu kecerdasaran suatu yang abstrak sehingga sulit untuk mengukurnya. Mengukur kecerdasan tidak semudah mengukur tinggi, berat, ataupun usia. Dari literature yang saya baca kecerdasan bisa diukur dengan cara melakukan studi dan komparasi dari tindakan cerdas yang dilakukan orang. Baiklah sekarang kita definisikan kecerdasan, definisi ini saya ambil dari buku Child Development ( John W. Santrock). Dalam buku tersebut di sebutkan beberapa definisi diantaranya, kecerdasan yaitu seperti kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Kecerdasan yaitu cakap untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman. Kecerdasan memiliki karakteristik seperti kreativitas dan keterampilan interpersonal. Santrock sendiri mendefinisikan kecerdasan yaitu the ability to solve problems and to adapt and learn from experiences. But even this broad defi nition doesn’t satisfy everyone. Demikian beberapa definisi yang saya temukan dalam buku child development milikinya John W. Santrock.
Selanjutnya yaitu instrument untuk mengukur kecerdasan. Untuk mendeskripsikan ini saya sajikan dua point instrument tes utama yaitu tes Binet (the Binet test) dan skala Wechsler (the Wechsler scales). Dalam sejarah perkembangan mengenai kecerdasan tentu tidak bisa terlepas dari peran Binet maupun Wechsler. Mungkin teman-teman masih ingat ketika dulu waktu sekolah SMA/SMU, untuk masuk kelas/jurusan IPA, IPS atau bahasa para siswa diuji kecerdasannya dengan tes IQ. Tes ini yang akan dijadikan standar criteria untuk masuk kelas/jurusan yang tersedia di sekolah. Jadi ingat masa lalu…..Baik sekarang kita bahas tentang tes Binet terlebih dahulu. Tes Binet dikembangkan oleh seorang psikolog yaitu Alfred Binet. Awal mula tes ini dibuat yaitu adanya permintaan dari Menteri Pendidikan Francis pada tahun 1904, permintaan tersebut yaitu untuk menemukan metode yang dapat mengidetifikasi anak-anak yang tidak mampu untuk belajar disekolah. Karena pada waktu itu banyak anak-anak yang berada pada sekolah khusus, sehingga mereka tidak mendapatkan pengajaran dikelas umum. Binet dibantu muridnya Theophile Simon mengembangkan instrument tes kecerdasan untuk memenuhi permintaan menteri pendidikan ini. Instrument tes ini lalu disebut denan skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan yang sifatnya konsep abstrak. Binet mengembangkan konsep usia mental (Mental Age /MA), tingkat perkembangan mental setiap orang relative. Pada tahun 1912 William Stern membuat konsep intelligence quotient (IQ). Dia membagi usia mental (MA) dengan usia kronologis (chronological age / CA) lalu dikalikan 100. Jadi rumus IQ = MA / CA x 100. Jika usia mental (MA) sama dengan usia kronologis (CA) maka IQ seseorang menjadi 100. Tapi jika usia mental (MA) diatas usia kronologis (CA) maka seseorang mendapatkan IQ diatas 100. Lalu jika usia mental (MA) dibawah usia kronologis (CA) maka sesorang mendapatk IQ kurang dari 100. Untuk memperluas jangkauan obyek tes, tes Binet pun mendapatkan revisi, seperti yang dilakukan Stanford University. Dari hasil revisi terjadi perubahan nama menjadi Stanford Binet Test. Jangkauan tes Stanford Binet lebih luas, misalnya tes ini bisa digunakan untuk usia 2 tahun sampai dengan dewasa. Para peneliti menemukan skor pada Stanford Binet Test kira-kira seperti sebuah distribusi normal (lihat gambar).
Skala Wechsler (Wechsler scales). Tes ini dikembangkan oleh David Wechsler Tes Wechsler lebih mendalam jika dibandingkan dengan Binet. Tes Wechsler digunakan untuk menilai (assess) kecerdasan siswa. Berikut ini lingkup dari tes Wechsler “They include the Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence–Third Edition (WPPSI-III) to test children from 2 years 6 onths to 7 years 3 months of age; the Wechsler Intelligence Scale for Children–Fourth Edition (WISC-IV) for children and adolescents 6 to 16 years of age; and the Wechsler Adult Intelligence cale–Third Edition (WAIS-III)”.
Sternberg’s Triarchic Theory. Teori ini dikembangkan oleh Robert J. Sternberg, menurut teori Triarchic kecerdasan itu datang dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu :
- Kecerdasan analitis (Analytical intelligence), yang termasuk dalam kecerdasan ini seperti kemampuan untuk menganalisis, menilai, evaluasi, membandingkan dan serta kemampuan membedakan.
- Kecerdasan kreatif (Creative intelligence), yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan meciptakan atau membuat, mendesain, menemukan, yang memulai, berimajinasi.
- Kecerdasan praktis (Practical intelligence), kecerdasan ini berfokus pada kemampuan yang dapat digunakan, mempergunakan, melaksanakan, mempraktekkan.
Kalau Sternberg membagi kecerdasan kedalam tiga bentuk, lain halnya yang dikemukakan oleh Garnder, mengemukakan konsep kecerdasan jamak. Ada 8 kecerdasan menurut Gardner :
- Verbal skills: The ability to think in words and to use language to express meaning. Occupations: Authors, journalists, speakers.
- Mathematical skills : The ability to carry out mathematical operations. Occupations: Scientists, engineers, accountants
- Spatial skills : The ability to think three-dimensionally.Occupations: Architects, artists, sailors.
- Bodily-kinesthetic skills : The ability to manipulate objects and be physically adept.Occupations: Surgeons, craftspeople, dancers, athletes.
- Musical skills : A sensitivity to pitch, melody, rhythm, and tone.Occupations: Composers, musicians, and music therapists.
- Intrapersonal skills : The ability to understand oneself and effectively direct one’s life.Occupations: Theologians, psychologists
- Interpersonal skills : The ability to understand and effectively interact with others.Occupations: Successful teachers, mental health professionals.
- Naturalist skills : The ability to observe patterns in nature and understand natural and human-made systems.Occupations: Farmers, botanists, ecologists, landscapers.
Demikian tulisan ini dibuat semoga bermanfaat. Amin..
Sumber : John W. Santrock.2011.Child Development: An Introduction. Mc Graw Hill. New York. pp. 235 - 239
0 comments:
Post a Comment